KELARUTAN SEBAGAI FUNGSI SUHU Rizky Widiatmoko, Arum Novianti Dyah Kusuma Lab. Kimia Fisika Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang Gedung D8 Lt 2 Sekaran Gunungpati Semarang, Indonesia aliyah903@gmail.com, 087833852912 Abstrak Pada percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu digunakan larutan asam oksalat dan larutan NaOH. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentuan kelarutan asam oksalat dalam berbagai suhu dan untuk menentukan panas pelarutan asam oksalat. Metode yang digunakan adalah metode titrasi. Larutan asam oksalat dititrasi dengan menggunakan larutan natrium hidroksida yang berbeda konsentrasi, yaitu 0,2 M dan 0,5 M. Sedangkan pada larutan asam oksalat digunakan variasi suhu, yaitu pada suhu 100C, 200C, 300C, dan 400C. Data hasil titrasi asam oksalat dengan larutan NaOH kemudian dianalisis dengan menggunakan rumus titrasi asam-basa yang kemudian diperoleh kelarutan asam oksalat. Untuk menentukan panas pelarutan asam oksalat digunakan persamaan Van’t Hoff dan regresi linear. Dari hasil analisis data yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa semakin kecil suhu asam oksalat maka kelarutannya semakin kecil. Hasil dari penentuan panas pelarutan asam oksalat dengan menggunakan persamaan Van’t Hoff dan regresi linear, keduanya menunjukkan hasil positif yaitu bersifat endoterm. Sehingga, kelarutan asam oksalat semakin besar seiring kenaikan suhu. Kata kunci : asam oksalat; kelarutan; panas pelarutan. Abstrack In the solubility experiments as a function of temperature used oxalic acid solution and NaOH solution . The purpose of this experiment is to menentuan solubility of oxalic acid in a variety of temperatures and heat to determine the dissolution of oxalic acid . The method used is the method of titration . Solution of oxalic acid is titrated with sodium hydroxide solution using different concentrations , namely 0.2 M and 0.5 M. While the oxalic acid solution used variations of temperature , ie at a temperature of 100C, 200C, 300C, dan 400C. Data resulting from the titration of oxalic acid with NaOH solution and analyzed using acid-base titration formula is then obtained oxalic acid solubility . To determine the dilution heat oxalic acid used Van't Hoff equation and linear regression . From the results of data analysis , it can be concluded that the smaller the temperature of the oxalic acid solubility is getting smaller . Results of the determination of oxalic acid dissolution heat by using the Van't Hoff equation and linear regression , both showed positive results which are endothermic . Thus , the greater the solubility of oxalic acid as the temperature rises. Keywords : oxalic acid ; solubility ; thermal dissolution. Pendahuluan Tujuan percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu ini adalah untuk menentukan kelarutan suatu zat pada berbagai suhu dan untuk menentukan panas pelarutan differensial asam oksalat. Metode yang diganakan yaitu dengan metode titrasi. Zat yang digunakan adalah asam oksalat yang dititrasi dengan larutan NaOH 0,2 M dan 0,5 M. Asam oksalat memiliki kelarutan yang sangat sensitif terhadap suhu, hal ini mengakibatkan jika suhunya berubah, kelarutan asam oksalt akan berubah juga. Selain itu, asam oksalat juga memiliki kelarutan yang kecil apabila dilarutkan dalam air. Oleh karena itu, asam oksalat sesuai untuk digunakan pada percobaan ini. Kelarutan dari suatu zat dalam pelarut adalah banyaknya zat yang dapat larut secara maksimal dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mol/ liter. Bila larutan sudah mencapai batas kelarutan , maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan, artinya bila zat terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan yang jenuh (Hoedijono, 1990). kelarutan suatu zat dapat ditentukan dengan cara mengambil sejumlah tertentu pelarut murni kemudian memperkirakan penambahan zat terlarut yang dapat membentuk larutan lewat jenuh. Adanya padatan atau mengendap yang tidak larut mengindikasikan larutan tersebut sudah lewat jenuh. Kesetimbangan antara zat larut dan zat tidak larut akan tercapai melalui proses pengocokan atau pengadukan (Atkins,1994). Komponen dalam larutan terdiri dari solute (zat yang larut) dan solvent (zat yang melarutkan). Misalnya larutan asam oksalat. Asam oksalat sebagai zat terlarut (solute), sedangkan air sebagai zat pelarut atau solvent. Zat padat, cair, dan gas memiliki sembilan tipe larutan yang berbeda, yaitu: padat dalam padat, padat dalam cairan, padat dalam gas, cairan dalam cairan, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini, larutan yang umumnya dikenal adalah padatan dalam cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan, dan gas dalam gas (Yazid. Estien, 2005). Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara zat terlarut dalam larutan dan zat yang tidak terlarut. Apabila kecepatan melarut sama dengan kecepatan mengendap maka akan terjadi kesetimbangan, artinya konsentrasi atau banyaknya zat dalam larutan akan selalu tetap. Proses kesetimbangan ini akan bergeser apabila dilakukan suatu perubahan yang dikenakan pada sistem tersebut (Supeno, 2006). Larutan jenuh adalah larutan dimana jumlah zat terlarut yang terkandung di dalamnya sudah mencapai maksimal pada suhu tertentu. Untuk zat elektrolit yang sukar larut, larutan jenuhnya dicirikan oleh nilai Ksp. Jika dalam suatu larutan terdapat zat terlarut yang lebih banyak daripada batas pada suhu tertentu, maka larutan tersebut dapat dinyatakan telah lewat jenuh (Mulyono,2005). Terdapat banyak faktor yang menyebabkan kenaikan suhu pada suatu zat. Akan tetapi, dengan naiknya suhu kelarutan zat padat dalam cairan akan bertambah. Hal ini dikarenakan sifat endoterm dalam proses pembentukan larutan. Terkecuali pada serium sulfat dan natrium sulfat yang kelarutannya menurun seiring dengan naiknya suhu karena proses pelarutannya bersifat eksoterm. Ada lagi natrium klorida yang zatnya hampir tidak dipengaruhi oleh suhu (Yazid, Estien, 2005). Pada percobaan ini dihitung panas pelarutan dari asam oksalat. Panas pelarutan tersebut adalah panas yang diserap jika 1 mol padatan dilarutkan dalam larutan yang sudah dalam keadaan jenuh. Hal ini berbeda dengan panas pelarutan untuk larutan encer yang biasa terdapat dalam table panas pelarutan. Pada umumnya panas pelarutan bernilai positif (+), sehingga menurut Van’t Hoff kenaikan suhu akan meningkatkan jumlah zat terlarut (panas pelarutan (+)) = endotermis. Sedangkan zat – zat yang panas pelarutannya negatif (-) adalah eksotermis. Kenaikan suhu akan menurunkan jumlah zat yang terlarut. Masalah yang timbul dan berusaha untuk dipecahkan dalam percobaan ini ada dua yaitu : 1) bagaimana kelarutan asam oksalat dalam beberapa variasi suhu dan 2) bagaimana menentukan harga panas pelarutan dari asam oksalat. Metode Dalam percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu digunakan metode titrasi. Digunakan larutan NaOH 0,2 M dan 0,5 M untuk mentitrasi asam oksalat. Sebelum dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH, larutan asam oksalat ditetesi dengan indikator PP. variasi yang digunakan pada percobaan ini adalah variasi suhu asam oksalat, yaitu 10⁰ C, 20⁰ C, 30⁰ C, dan 40⁰C untuk setiap konsentrasi NaOH. Bahan yang digunakan dalam percobaan adalah NaOH for syn produksi dari Merck, 10 ml H2C2O3 for syn produksi Merck di tiap kali titrasi, indikator Phenolphtalein, es batu, dan aquades. NaOH yang digunakan pada titrasi dengan NaOH 0,2 ml yaitu sebanyak 250ml pengenceran, dan pada titrasi dengan NaOH 0,5 M digunakan sebanyak 100 ml pengenceran. Sedangkan alat – alat yang digunakan yaitu buret, statif, pipet tetes dari pyrex, beker glass 250 ml, 100ml, dan 600ml dari pyrex, labu ukur 100 ml dan 250 ml dari herma, spatula dari besi, corong 50 mm dari herma, pipet volume 10 ml dari pyrex, ball pipet, baskom, pemanas spiritus, kasa, dan kaki tiga. Penurunan suhu dilakukan dengan cara 10 ml asam oksalat dimasukkan ke dalam air es, sedangkan untuk menaikkan suhu asam oksalat dimasukkan ke dalam penangas air. Percobaan titrasi ini dilakukan secara duplo atau dengan dua kali pengulangan titrasi pada masing – masing variasi suhu. Titrasi dihentikan ketika sudah muncul warna merah muda pada larutan asam oksalat yang tidak hilang apabila dikocok yang menandakan bahwa telah tercapai titik akhir titrasi. Kemudian Volume NaOH yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir tersebut dicatat. Kelarutan asam oksalat diperoleh dengan data volume NaOH yang diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan rumus titrasi asam-basa. Dari perhitungan diperoleh molaritas zat terlarut yang artikan sebagai kelarutan. Selanjutnya, untuk mengetahui harga panas pelarutan asam oksalat digunakan persamaan Van’t Hoff dan Regresi Linear. Hasil Dan Pembahasan Setelah dilakukan percobaan diperoleh data titrasi antara NaOH dengan asam oksalat pada tabel 1 dan tabel 2 sebagai berikut. Tabel 1. Tabel pengamatan titrasi asam oksalat dengan NaOH 0.2 M Suhu (⁰C) Vasam Oksalat (ml) V1 NaOH (ml) V2 NaOH (ml) Vrata-rata NaOH (ml) 40 30 20 10 10 10 10 10 21.2 21.6 21.5 21.4 21.3 21.3 21.2 21.2 21.25 21.45 21.35 21.3 Tabel 2. Tabel pengamatan titrasi asam oksalat dengan NaOH 0.5 M Suhu (⁰C) Vasam Oksalat (ml) V1 NaOH (ml) V2 NaOH (ml) Vrata-rata NaOH (ml) 40 30 20 10 10 10 10 10 9.2 9.2 9 8.9 9.2 9.0 8.9 8.8 9.2 9.1 8.95 8.85 Berdasarkan pada data dalam tabel 1 dan 2, kelarutan asam oksalat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan rumus titrasi asam-basa. Sehingga diperoleh kelarutan dari asam oksalat dengan variasi suhu pada tabel 3 dan tabel 4 sebagai berikut. Tabel 3. Kelarutan Asam oksalat dengan NaOH 0.2 M Suhu (0C) Kelarutan (M) 40 30 20 10 0.2125 0.2145 0.2135 0.2125 Tabel 4. Kelarutan Asam oksalat dengan NaOH 0.5 M Suhu (⁰C) Kelarutan (M) 40 30 20 10 0.23 0.2275 0.22375 0.22125 Dari hasil perhitungan kelarutan asam oksalat dengan variasi suhu pada tabel 3 dan 4, dapat dilihat bahwa semakin kecil suhu asam oksalat maka kelarutannya relatif semaki kecil, kecuali pada kelarutan asam oksalat dengan NaOH 0.2 M pada suhu 400 ke suhu 300. Proses pelarutannya bersifat endoterm. Hal tersebut sesuai dengan teori yang yang dikemukakan oleh Yazid Eisten, yang menyatakan bahwa “dengan naiknya suhu, kelarutan zat padat dalam cairan akan bertambah. Hal ini dikarenakan sifat endoterm dalam proses pembentukan larutan.” Sehingga kelarutan asam oksalat akan bertambah besar seiring dengan kenaikan suhu. Walaupun sudah sesuai dengan teori, tetapi ada sedikit kesalahan, yaitu pada kelarutan asam oksalat dengan NaOH 0.2 M pada suhu 400 ke suhu 300. Seharusnya, kelarutannya menurun, tetapi dalam percobaan diperoleh kenaikan kelarutan. Kesalahan ini mungkin disebabkan karena kurang tepatnya pengukuran suhu asam oksalat atau praktikan kurang teliti dalam menentukan titik akhir titrasi, sehingga volume NaOH yang diperoleh tidak sesuai. Hal yang perlu diperhatikan agar data yang diperoleh dari percobaan ini dapat sesuai dengan teori, diantaranya yaitu praktikan harus teliti dan cermat dalam melkukan pengamatan. Dalam menentukan titik akhir titrasi, munculnya warna merah muda yang tidak hilang saat di kocok harus diamati dengan teliti dan cermat karena jika larutan yang diperoleh berwana terlalu pekat maka akan mempengaruhi volume NaOH yang digunakan untuk menitrasi asam oksalat. Selain itu, pembacaan skala pada thermometer maupun buret harus diperhatikan dengan teliti. Setelah memperoleh data kelarutan asam oksalat, selanjutnya mencari harga panas pelarutan asam oksalat dengan persamaan Van’t Hoff sebagai berikut. ln〖s_2/s_1 =∆H/R [(T_(2-) T_1)/(T_2.T_1 )]〗 Keterangan : S2 : kelarutan asam oksalat pada suhu kedua S1 : kelarutan asam oksalat pada suhu kedua ∆H : panas pelarutan asam oksalat T2 : suhu kedua T1 : suhu pertama Dari persamaan Van’t Hoff tersebut maka diperoleh harga ∆H sebesar 9,971 J/mol dan pada NaOH 0,2 M sebesar 954,385 J/mol pada NaOH 0.5 M. Diperoleh panas pelarutan positif yang berarti bersifat endoterm. Perhitungan selanjutnya, panas pelarutan asam oksalat dihitung dengan menggunakan regresi linier. Sebelumnya dibuat grafik ln s Vs 1/T seperti pada gambar 1 dan gambar 2. Sumbu X adalah 1/T sedangkan sumbu Y adalah ln s. Maka grafik tersebut akan diperoleh persamaan sebagai berikut. y=a+bx Dimana ln〖s= -∆H/R.1/T+C〗 y b x a Tabel 5. ln s Vs 1/T NaOH 0,2 M Suhu (⁰C) Kelarutan (M) Ln S 1/T 313 303 293 283 0.184 0.188 0.2915 0.382 -1.5488 -1.5394 -1.5441 -1.5488 0.00319489 0.00330033 0.00341297 0.00353357 Gambar 1. grafik ln s Vs 1/T pada NaOH 0.2 M Tabel 6. ln s Vs 1/T NaOH 0,5 M Suhu (⁰C) Kelarutan (M) Ln S 1/T 313 303 293 283 0.186 0.215 0.2 0.216 -1.4697 -1.4806 -1.4972 -1.5085 0.00319489 0.00330033 0.00341297 0.00353357 Gambar 2. grafik ln s Vs 1/T pada NaOH 0.5M Dari perhitungan dengan persamaan regresi linear diperoleh slope b = -∆H/(R ), sehingga harga ∆H dapat ditentukan. Berdasarkan gambar 1, diperoleh ∆H sebesar +0,8062 J/mol, sedangkan dari gambar 2 diperoleh ∆H sebesar +113,782 J/mol. Dari analisis data atau perhitungan dengan menggunakan 2 persamaan yang berbeda, diperoleh harga panas pelarut yang berbeda , akan tetapi kedua perhitungan panas pelarut tersebut manghasilkan nilai yang positif. Hal ini menunjukan bahea reaksi tersebut bersifat endoterm atau menyerap panas, sehingga terjadi perpindahan panas dari lingkungan ke sistem. Pada reaksi endotermis , semakin tinggi suhu maka semakin banyak zat yang larut. Hasil perhitungan ini sesuai dengan teori yang ada bahwa panas pelarutan pada umumnya bernilai positif dan bersifat endoterm atau menyerap kalor. Kesimpulan Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan yaitu : 1) Kelarutan suatu zat padat dalam cairan akan bertambah besar seiring dengan kenaikan suhu dan 2) Panas pelarutan asam oksalat bersifat endotermis karena dari perhitungan dengan menggunakan persamaan Van’t Hoff dan regresi linear diperoleh hasil ∆H yang bernilai positif (+). Daftar Pustaka Atkins, PW.1994. Kimia Fisika.Jakarta: Erlangga HAM, Mulyono, 2005, Kamus Kimia, Jakarta: Bumi Aksara Ismarwanto, Hoedjiono. 1990. Diktat Kuliah Kimia Analisa Bag. 1. Surabaya: FTI ITS Supeno, 2006, Petunjuk Praktikum Kimia Fisika I, Jayapura: Universitas Cendrawasih Yazid,Estien.2005.Kimia Fisika Untuk Paramedis.ANDI: Yogyakarta